Slide show

I want I can. Gambar tema oleh enot-poloskun. Diberdayakan oleh Blogger.

Laporan Praktikum Hama Tanaman (PENGARUH SUHU TERHADAP PERKEMBANGAN KUMBANG Cylas formicarius )

LAPORAN PRAKTIKUM HAMA TANAMAN
PENGARUH SUHU TERHADAP PERKEMBANGAN KUMBANG Cylas formicarius 
Oleh : Trio Candra. E1J012112

Lab.Proteksi Tanaman. Fakultas Pertanian. Universitas Bengkulu. 2015



BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Tanaman ubi jalar dapat dipanen bila ubi-ubinya sudah tua (matang fisiologis). Ciri fisik ubi jalar matang, antara lain: bila kandungan tepungnya sudah maksimum, ditandai dengan kadar serat yang rendah dan bila direbus (dikukus) rasanya enak serta tidak berair. Penentuan waktu panen ubi jalar didasarkan atas umur tanaman. Jen atau varietas ubi jalar berumur pendek (genjah) dipanen pada umur 3-3,5 bulan. ( Ubi jalar ungu merupakan bahan pangan sumber energi dalam bentuk gula dan karbohidrat. Umbi ini mengandung vitamin dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh,seperti, kalsium, zat besi, vitamin A maupun C. Tidak hanya itu juga, ubi jalar ungu sangat banyak mengandung zat warna, terutama pigmen antosianin.
Antosianin ini merupakan antioksidan alami yang dapat mencegah penyakit kanker, jantung, tekanan darah tinggi, katarak, dan bahkan dapat menghaluskan kulit. Namun demikian, janganlah berlebihan dalam mengkonsumsi antosianin ini karena dapat menyebabkan keracunan. Berdasarkan ADI (Acceptable Daily Intake), konsumsi maksimum antosianin yang diperbolehkan per hari sebesar 0,25 mg/kg berat badan kita. Kandungan antosianin (zat warna pada tanaman) dari ubi jalar ungu ini berkisar antara 14,68 – 210 mg/100 gram bahan. Besar kandungan antosianin dalam ubi jalar ungu tergantung pada intensitas warna pada umbi tersebut. Semakin ungu warna umbinya, maka kandungan antosianinnya semakin tinggi, namun kualitas ubi jalar menurun saat hama cilas menyerang,dengan praktikum kali ini kita mengetahui suhu yang paling tidak menguntungkan untuk hama silas.

1.2 Tujuan
1.      Agar mengetahui suhu paling cocok  Untuk hama chylas




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Di Indonesia, ubi jalar umumnya sebagai bahan pangan sampingan..Komoditas ini ditanam baik pada lahan sawah maupun lahan tegalan.Luas panen ubu jalar diindonesia sekitar 230.000 ha dengan produktivitas sekitar 10 ton/ha. Padahal dengan teknologi maju beberapa varietas unggul ubi jalar dapat menghasilkan lebih dari 30 ton umbi basah/ha (Anonim,2004). Ubi jalar (Ipomoea batatas (L.)Lamb.)Merupakan sumber karbohidrat yang dapat dipanen pada umur 3 – 8 bulan. Selain karbohidrat, ubi jalar juga mengandung vitamin A,C dan mineral serta antosianin yang sangat bermanfaat bagi kesehatan. Disamping itu, ubi jalar tidak hanya digunakan sebagai bahan pangan tetapi juga sebagai bahan baku industri dan pakan ternak (Anonim, 2004)
Kendala dalam budidaya jagung yang menyebabkan rendahnya produktivitas jagung antara lain adalah serangan hama dan penyakit. Hama yang sering di jumpai menyerang tanaman jagung adalah hama penggerek batang (omphisa anastomasalis), hama boleng ( cylas formicarlus fabr.) dan hama ulat penggulung daun (tabidia aculeasis wlk). Selain hama-hama tersebut di temukan pula hama lainya yaitu ulat tanduk (agrius convovolvuli), (helicoverpa armigera), dan (leuchopolis spp). Salah satu  hama yang akan di bahas pada makalah ini yaitu hama boleng (cylas formicarlus fabr.) yang tidak kalah pentingnya juga dengan hama-hama yang lain ,  jika tidak di kendalikan maka akan merugikan petani  karena pengurangan produksi panen, oleh sebab itu  hama boleng tidak boleh di pandang remeh.
Upaya pengendalian oleh petani pada saat ini adalah dengan menggunakan pestisida atau bahan kimia lainnya yang tidak ramah lingkungan. Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yang mengintegrasikan komponen pengendalian yang selaras terbukti tidak hanya meningkatkan produksi jagung tetapi juga pendapatan petani. Sistem PHT melibatkan semua komponen yang berpeluang untuk menekan atau mencegah hama untuk mencapai ambang batas populasi merusak secara ekonomi (economic injury level/ economic threshold) (Willson, 1990).
Siklus hidup C. formicarius memerlukan waktu 1–2 bulan, secara umum 35–40 hari
pada musim panas. Generasinya tidak merata, demikian pula jumlah generasi selama setahun. Di Indonesia, terdapat 9 generasi C. formicarius dalam setahun, (Nonci dan Sriwidodo 1993; Supriyatin 2001). Telur diletakkan di dalam rongga kecil yang dibuat oleh kumbang betina dengan cara menggerek akar, batang, dan umbi. Telur diletakkan di bawah kulit atau epidermis, secara tunggal pada satu rongga dan ditutup kembali sehingga sulit dilihat (Morallo dan Rejesus 2001; AVRDC 2004). Larva yang baru menetas berukuran lebih besar dari telur, tanpa kaki, berwarna putih dan lambat laun berubah menjadi kekuningan (AVRDC 2004). Larva instar akhir membentuk pupa pada umbi atau batang, berbentuk oval, kepala dan elytra bengkok secara ventral. Panjang pupa berkisar 6–6,50 mm (Capinera 1998; CABI 2001; AVRDC 2004).
Kumbang yang baru keluar dari pupa tinggal 1–2 hari di dalam kokon, kemudian keluar dari umbi atau batang.CABI (2001) melaporkan bahwa kumbang C. formicarius menyerupai semut, mempunyai abdomen, tungkai, dan caput yang panjang dan kurus (Gambar 4). Kepala berwarna hitam, antena, thoraks, dan tungkai oranye sampai cokelat kemerahan, abdomen dan elytra biru metalik (Capinera 1998; Morallo dan Rejesus 2001).




BAB II
METODELOGI PRAKTIKUM
2.1 Alat dan bahan
Pada praktikum kali ini alat yang digunakan berupa mikroskop, karter, alat tulis, kain kasa, karet sedangkan bahan yang digunakan adalah 3 pasang kumbang silas/perlakuan dan satu ubi jalar/perlakuan dalam satu gelas aqua/setiap perlakuan.
2.2 cara kerja
Perlakukan kumbang silas pada setiap suhu,waktu yang telah ditentukan pada setiap kelompok, masukan kumbang silas kedalam gelas aqua tutup dengan mengunakan kain kasa dan ikat dengan karet amati setiap hari selama seminggu, setelah seminggu hitung bekas tusukan yang terdapat pada ubi jalar serta amati menggunakan mikroskop mencatat seberapa banyak telur yang terdapat pada setiap perlakuan.




BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil pengamatan
No
Keterangan



Hari ke



Jumlah telur


1
2
3
4
5
6
7

1
Kontrol
12
20
25
60
75
89
96
5
2
70 60 menit
16
20
37
35
42
44
47
9
Ket      = kontrol (4 hidup 2 mati )
            =70 60 menit (2 hidup 4 mati )
No
Keterangan



Hari ke



Jumlah telur


1
2
3
4
5
6
7

1
Kontrol
20
32
41
48
56
65
210
12
2
70 90 menit
25
25
25
25
25
25
27
2

No
Keterangan



Hari ke



Jumlah telur


1
2
3
4
5
6
7

1
70 90 menit
17
22
80
142
158
160
172
8
Ket      =3hidup 3 mati

No
Keteangan



Hari ke



Jumlah telur


1
2
3
4
5
6
7

1
Kontrol
52
97
161
193
237
287
328

2
350 60 menit
28
85
120
168
190
218
249


No
Keterangan



Hari ke



Jumlah telur


1
2
3
4
5
6
7

1
350 60 menit
35
57
77
95
175
180
200
10
Ket      =4 hidup 2 mati
No
Keterangan



Hari ke



Jumlah telur


1
2
3
4
5
6
7

1
350 90 menit
31
83
99
103
107
107
108

No
Keterangan



Hari ke



Jumlah telur


1
2
3
4
5
6
7

1
350 90 menit
33
37
60
71
85
96
99
5
Ket      =4 hidup 2 mati
No
Keterangan



Hari ke



Jumlah telur


1
2
3
4
5
6
7

1
350 90 menit
32
59
8
9
103
112
175
73
Ket      =4 hidup 2 mati
4.2 pembahasan
Pada praktikum kali ini praktikan membahas tentang pengenalam hama tanaman. Tujuan dari pelaksanaan pengenalan hama dari tanaman adalah agar untuk mengetahui dan mengenal suhu  yan paling cocok untuk hama chylas. kumbang Cylas dewasa memakan epidermis pangkal batang dan bagian permukaan luar dari umbi sehingga menyebabkan terbentuknya lubang pada umbi. Lubang yang disebabkan oleh aktivitas makan kumbang dapat dibedakan dengan lubang yang diakibatkan oleh aktivitas oviposisi kumbang betina, karena lubang tersebut lebih dalam dan ditemukan adanya kotoran/bekas gerekan.
 Larva yang berkembang didalam umbi membuat lubang gerekan dan menyebabkan kerusakan. Akibat aktivitas larva pada saat membuat lubang gerekan mengakibatkan terbentuknya serbuk/tepung pada rongga bekas gerekan didalam umbi. Umbi yang rusak menghasilkan senyawa beracun (senyawa terpene) sehingga mengakibatkan umbi tersebut tidak dapat dikonsumsi meskipun kandungan senyawa terpene pada umbi kadarnya rendah dan tingkat kerusakan fisiknya pun relatif ringan.
Telur diletakkan di dalam rongga kecil yang dibuat oleh kumbang betina dengan cara menggerek akar, batang, dan umbi. Telur diletakkan di bawah kulit atau epidermis, secara tunggal pada satu rongga dan ditutup kembali sehingga sulit dilihat. Menurut Supriyatin (2001), telur C. formicarius sulit dilihat karena ditutup dengan bahan semacam gelatin yang berwarna cokelat. Telur C. formicarius berwarna putih krem, berbentuk oval tak beraturan berukuran 0,46–0,65 mm (Supriyatin 2001), sedangkan menurut Capinera (1998) panjang telur 0,77 mm dengan lebar 0,50 mm. Lama fase telur berkisar 5 hari pada musim panas dan 11–12 hari bila musim dingin (Capinera 1998).
 Pada praktikum kali ini langkah awal yang dilaksanakan adalah mempelajari tingkah laku pada hama chylas pada tanaman ubi jalar pengenalan pola makan pada setiap perlakuan suhu dan lama waktu perlakuan, suhu yang paling cocok untuk hama chylas yaitu 27°-30°C , pada praktikum kali ini perlakuan yang dilakukan pada suhu 70  dan 350 , pada  suhu 70 dalam waktu 60 menit  didapatkan 47 tusukan, pada 70 dalam watu 90 menit didapat 210 dan 172,sedangkan pada perlakuan suhu 350 dengan wktu 60 menit didapatkan 249, 200,108 dan pada waktu 90 menit  didapat 99, 175 tusukan.  Berarti suhu mempengaruhi pola makan hama chylas, hama chyas akan mengurangi makanya seiring dengan semakin tinggi suhu ,pola makan hama cylas normal pada 270-300 mencapai 328 tusukan. Hal ini dibuktikan dilapangan bahwa pada musim kemarau presentase serangan kumbang Cylas lebih tinggi, hal ini tentunya dipengaruhi oleh suhu dan keberadaan air disekitas tanaman. Umunya hama Cylas tidak menyukai adanya air.








BAB V
PENUTUP
5.1 SIMPULAN
1.      Hama penggerek umbi (Cylas formicarius) merupakan hama utama yang dapat mengurangi kualitas dan kuantitas umbi ubi jalar. kumbang memiliki ukuran kecildengan bagian sayap dan moncongnya berwarna biru, namun toraknya berwarna merah. Kumbang betina dewasa hidup pada permukaan daun sambil meletakkan telur di tempat yang terlindung (ternaungi).
2.      Suhu mempengaruhi pola makan hama chylas, hama chyas akan mengurangi makanya seiring dengan semakin tinggi suhu.
3.      pada musim kemarau presentase serangan kumbang Cylas lebih tinggi, hal ini tentunya dipengaruhi oleh suhu dan keberadaan air disekitas tanaman. Umunya hama Cylas tidak menyukai adanya air.

TINJAUAN PUSTAKA
Rukmana, Rahmat. (1997). Ubi jalar: budi daya dan pascapanen. Yogyakarta: Kanisius,1997.
Anonim. 2015. Buku Petunjuk  Praktikum Pengelolaan Hama & Penyakit Tanaman. Yogyakarta: Institut Pertanian Stiper.
Morallo Rejesus 2001; AVRDC 2004 Perkembangan bakteri Pasteuria penetrans pada nematoda puru akar (Meloidogyne spp.). Jurnal Agroland.
Capinera 1998.Morallo. R.2001. Pengenalan Hama. Diakses:http://iinmutmainna .blogspot.com/2012/05/pengenalan-hama.html. 14 Januari 2015.
Wideatuti. 1997. Hama dan Penyakit di perkebunan dan Tanaman Pangan. Jawa timur.


Tidak ada komentar: